Berita

KPK Hentikan Kasus Izin Tambang Konawe Utara Rp 2,7 T, Tuai Kritik Pedas

Advertisement

Jakarta – Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan penyidikan dugaan korupsi terkait izin tambang di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, menuai sorotan tajam dari berbagai pihak. Lembaga antirasuah itu dikritik keras atas penghentian kasus yang telah berjalan bertahun-tahun.

Catatan Prestasi Buruk KPK

Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) menyayangkan langkah KPK. Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, menilai penghentian kasus ini sebagai catatan prestasi buruk bagi KPK. Ia menekankan bahwa sejak didirikan, KPK selalu selektif dalam menetapkan sebuah perkara hingga tahap penyidikan.

“Ini merupakan satu catatan prestasi buruk bagi KPK ketika KPK mengeluarkan SP3 dari zaman KPK didirikan itu KPK selalu selektif menetapkan sebuah perkara sampai di tahap penyidikan,” kata Zaenur kepada wartawan, Minggu (28/12).

Zaenur menambahkan bahwa penghentian kasus ini seharusnya menjadi momentum evaluasi bagi KPK. Ia berharap KPK dapat lebih ketat dalam menetapkan tersangka dengan alat bukti yang kuat dan menyelesaikan perkara tepat waktu.

“Apapun ini cerita ini harus menjadi evaluasi bagi KPK ya agar KPK yang pertama harus jauh lebih ketat ketika menetapkan seseorang sebagai tersangka,” ujarnya. “KPK itu harus melakukan evaluasi penanganan setiap perkara ketika perkara itu sudah ulang tahun KPK tidak boleh menangani perkara berlarut-larut harus ada evaluasi agar setiap perkara benar-benar diselesaikan tepat waktu tidak berlarut-larut dijamin kepastian hukum.”

Eks Penyidik Sebut Hal Janggal

Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menyatakan keheranannya atas keputusan KPK mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi izin tambang di Konawe Utara. Menurutnya, KPK seharusnya membongkar kasus ini hingga tuntas.

“Ini benar benar aneh. Tidak ada hujan tidak ada angin KPK SP3. Apalagi baru diumumkan sekarang. Jadi KPK harusnya bongkar korupsi tambang ini malah SP3,” kata Yudi kepada wartawan, Minggu (28/12).

Yudi mendesak KPK untuk menjelaskan secara rinci alasan penghentian kasus ini, terutama mengingat kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 2,7 triliun. Ia khawatir kurangnya transparansi akan meningkatkan kecurigaan publik.

“Apa faktor penyebab mereka SP3 kasus yang merugikan negara begitu besar tersebut. Termasuk siapa dugaan orang-orang atau perusahaan yang telah diperiksa terkait penyidikan tersebut, tanpa transparansi dan akuntabilitas terkait SP3 tersebut maka kecurigaan dari masyarakat kepada KPK akan meninggi,” ujarnya.

Yudi berpendapat bahwa KPK seharusnya beradu alat bukti di pengadilan daripada mengeluarkan SP3. Ia tidak percaya alasan kurangnya alat bukti, mengingat kasus tersebut sudah naik ke tahap penyidikan.

“Tentu 2 alat bukti sudah ditemukan. Jadi kenapa nggak bertarung saja di pengadilan dibanding mengeluarkan SP3, yang mana masyarakat tidak tahu apa itu alat bukti yang dianggap KPK nggak ketemu kecukupannya kalau di pengadilan kan jelas,” ujarnya. “Terbuka KPK jangan bermain di ruang gelap, dia yang menyidik, dia yang SP3, tidak mungkin bukti kurang karena menaikkan status ke penyidikan dari penyelidikan.”

Advertisement

MAKI Minta Kejagung Ambil Alih

Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menyatakan kekecewaannya atas penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi izin tambang di Konawe Utara oleh KPK. MAKI berencana mengirimkan surat kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) agar menangani perkara tersebut dari awal.

“Saya menyesalkan penghentian itu karena sudah diumumkan tersangkanya itu bahkan diduga menerima suap,” ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Minggu (28/12).

Boyamin juga akan mengajukan gugatan praperadilan untuk membatalkan SP3 tersebut. Namun, ia menyatakan akan menunda upaya praperadilan jika Kejaksaan Agung merespons dengan cepat.

“Saya juga akan menempuh upaya praperadilan untuk membatalkan SP3 itu tapi saya melihat kalo kejaksaan Agung sangat cepat menangani saya otomatis masih menunda praperadilannya,” ujarnya.

Alasan KPK Setop Penyidikan

KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi terkait izin tambang di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, yang merugikan negara Rp 2,7 triliun. Penerbitan SP3 ini dilakukan sejak 2024.

“Benar (SP3 sejak 2024),” kata Budi, seorang perwakilan KPK, kepada wartawan, Minggu (28/12/2025).

Menurut Budi, penerbitan SP3 sudah tepat karena adanya kendala dalam perhitungan kerugian negara. Ia menyebutkan bahwa tidak terpenuhinya kecukupan alat bukti dalam proses penyidikan, khususnya terkait Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, menjadi kendala utama.

“Penerbitan SP3 oleh KPK sudah tepat karena tidak terpenuhinya kecukupan alat bukti dalam proses penyidikan yang dilakukan, Pasal 2, Pasal 3-nya (UU Tipikor), yaitu terkendala dalam penghitungan kerugian keuangan negara,” sebutnya.

Selain itu, faktor waktu juga menjadi pertimbangan. Dengan tempus perkara yang terjadi pada tahun 2009, kasus ini dinilai berpotensi kedaluwarsa, terutama terkait pasal suapnya.

“Kemudian, dengan tempus perkara yang sudah 2009, ini juga berkaitan dengan daluwarsa perkaranya, yakni terkait pasal suapnya,” imbuhnya.

Advertisement